Senin, 28 Oktober 2013

Antologi #9


Akhirnya kesampaian juga ngasih hadiah buat mama :D



Judul : Mama, Gelar Pahlawan Sepanjang Masa
Kategori : Faksi (Antologi) / Antologi Puisi dan Fiksi Mini
Terbit : Agustus 2013
Penulis :
Tubagus Rangga Efarasti, Mifta Resti, dkk
Tebal : --xv + --178 halaman
Ukuran : 14cm x 20cm




Semangat Sumpah Pemuda


Seperti sama-sama kita ketahui, hari ini kita akan memperingati Hari Sumpah Pemuda, yaitu tanggal 28 Oktober. Mengingat pengalaman selama Orde Barunya Suharto (dan Habibi juga, tentu saja!) maka patutlah kiranya kita mengharapkan bahwa Hari Sumpah Pemuda kali ini akan diperingati secara lain, berbeda dengan yang dilakukan selama tiga dasawarsa yang lalu. Apalagi, atau lebih-lebih lagi, ketika dewasa ini negara dan bangsa kita sedang dilanda oleh berbagai kerusuhan, oleh rasa permusuhan antar berbagai komponen bangsa, oleh kegiatan-kegiatan terbuka atau tersembunyi kekuatan gelap Orde Baru, oleh kerusakan moral di kalangan “elite” , dan oleh segala macam penyakit-penyakit berat lainnya warisan rezim militer Suharto dkk.
Pemuda dalam siklus hidup seorang manusia merupakan sebuah masa dimana seseorang mengeksplorasi dirinya. Semangat yang menggebu-gebu dan tekad yang membara identik dengan seorang pemuda.

Minggu, 20 Oktober 2013

cerita akhir pekan


Untuk kau, terimakasih semuanya atas hari ini.
Hari terakhir bersama sebelum kukembali ke perantauan, sebelum kau menggunakan kembali jas putihmu dan sibuk dengan jarum suntik serta sphygmo mamometer.
Perjalanan hari ini memang tak terencana. Berawal dari kalimat, “Pengen mie ongklok” yang kuketik dalam pesan singkat, kamu langsung mengiyakan. Jadilah hari ini kita menghabiskan waktu di kotanya Mie ongklok.
Pagi, ketika wekerku menunjuk angka delapan, klakson mobilmu sudah terdengar di depan rumah. 
Perjalananpun dimulai setelah aku pamit kepada orang rumah.
Belum sampai enam puluh menit, mobil sudah terparkir manis di samping kanan Perpustakaan Daerah. Sesaat setelah keluar dari mobil, kau menatapku lama, menunggu responku. Tak tahan, akhirnya aku tersenyum juga dengan arti 'terima kasih'.

Jumat, 11 Oktober 2013

Wisata Malam



Kali ini mau sedikit cerita tentang wisata malamku kemarin bersama ketiga teman dekatku. Sebut saja namanya Dina, Doni, dan Danu. Ini sebuah petualangan tak terencana ke Pemandian air hangat Guci.
Sebagai prolog, kuceritakan sedikit kronologinya kenapa aku bisa sampai ikut wisata ‘tak biasa’ ini. oke, pertama kemarin adalah malam jumat, tak ada asalan untuk belajar karena esoknya tak ada perkuliahan. Kedua, aku mau mudik, jadi ini bisa dikatakan main ‘mumpung masih di Tegal’.
Semua berawal dari ajakan Dina. Sore-sore datang ke kos, terus curhat katanya diajak Doni ke Guci. Dia pengen, tapi nggak mau kalau cuma berdua. Jadilah ngajak aku. Kalau cuma aku doang, itu nggak mungkin, tentu harus ngajak satu cowok buat boncengin aku. Tahu sendiri medan ke Guci itu berkelok tajam, naik turun pula.
Jadilah kami berempat berwisata malam ke Guci. Kalau aku sih yang penting main aja, perkara disana mau ngapain, urusan nanti.
Setelah isya, aku dan Dina berangkat ke kosan Doni dan Danu. Awalnya Danu bergeming dengan rayuan cewek-cewek cantik ini buat ikutan main, dan setelah setengah jam akhirnya dia luluh juga.
Kami berempat berangkat dari kota Tegal tepat setengah delapan malam. Doni bareng Dina, sementara aku sama Danu. Sepanjang jalan aku dan Danu ngobrol macem-macem, biar nggak sepi di perjalanan.  
Tepat pukul Sembilan, kami berhenti di minimarket setelah belokan menuju Guci. Suasana dingin pun mulai terasa. Kami beli beberapa bungkus cemilan untuk bekal disana.
Sekitar pukul setengah sepuluh, angin malam pegunungan mulai berani menggoda tubuh kami. Aku dan Dina yang dijok belakang pun mulai terasa dingin, apalagi Danu dan Doni yang posisinya di depan. Danu bahkah mulai merancau kedinginan, tangannya hampir beku katanya. Kurasa suhunya belasan derajat selsius. Anginnya berasa kayak air es, langsung nusuk kulit.