Kali ini mau sedikit cerita
tentang wisata malamku kemarin bersama ketiga teman dekatku. Sebut saja namanya
Dina, Doni, dan Danu. Ini sebuah petualangan tak terencana ke Pemandian air
hangat Guci.
Sebagai prolog, kuceritakan
sedikit kronologinya kenapa aku bisa sampai ikut wisata ‘tak biasa’ ini. oke,
pertama kemarin adalah malam jumat, tak ada asalan untuk belajar karena esoknya
tak ada perkuliahan. Kedua, aku mau mudik, jadi ini bisa dikatakan main
‘mumpung masih di Tegal’.
Semua berawal dari ajakan Dina.
Sore-sore datang ke kos, terus curhat katanya diajak Doni ke Guci. Dia pengen,
tapi nggak mau kalau cuma berdua. Jadilah ngajak aku. Kalau cuma aku doang, itu
nggak mungkin, tentu harus ngajak satu cowok buat boncengin aku. Tahu sendiri
medan ke Guci itu berkelok tajam, naik turun pula.
Jadilah kami berempat berwisata
malam ke Guci. Kalau aku sih yang penting main aja, perkara disana mau ngapain,
urusan nanti.
Setelah isya, aku dan Dina
berangkat ke kosan Doni dan Danu. Awalnya Danu bergeming dengan rayuan
cewek-cewek cantik ini buat ikutan main, dan setelah setengah jam akhirnya dia
luluh juga.
Kami berempat berangkat dari kota
Tegal tepat setengah delapan malam. Doni bareng Dina, sementara aku sama Danu. Sepanjang
jalan aku dan Danu ngobrol macem-macem, biar nggak sepi di perjalanan.
Tepat pukul Sembilan, kami
berhenti di minimarket setelah belokan menuju Guci. Suasana dingin pun mulai
terasa. Kami beli beberapa bungkus cemilan untuk bekal disana.
Sekitar pukul setengah sepuluh,
angin malam pegunungan mulai berani menggoda tubuh kami. Aku dan Dina yang
dijok belakang pun mulai terasa dingin, apalagi Danu dan Doni yang posisinya di
depan. Danu bahkah mulai merancau kedinginan, tangannya hampir beku katanya. Kurasa
suhunya belasan derajat selsius. Anginnya berasa kayak air es, langsung nusuk
kulit.