Sebagaian kalangan ada yang mempermasalahkan berpuasa pada hari Sabtu. Terutama jika puasa Arofah, puasa Asyuro atau puasa Syawal bertepatan dengan hari Sabtu. Apakah boleh berpuasa ketika itu? Semoga pembahasan berikut bisa menjawab keraguan yang ada.
Larangan Puasa Hari Sabtu
Mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,
لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
“Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”[1] Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh (telah dihapus). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Beberapa Puasa Ada yang Dilakukan pada Hari Sabtu
Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa pada hari Sabtu dan Ahad.
Dari Ummu Salamah, ia berkata,
كان أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad.” Beliau pun berkata, “Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, sehingga aku pun senang menyelisihi mereka.”[2]
Kedua: Boleh berpuasa pada Hari Jum’at dan Sabtu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
“Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[3]
Ketiga: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan berpuasa pada hari Jum’at asalkan diikuti puasa pada hari sesudahnya (hari Sabtu). Dari Abu Hurairah, ia mengatakan,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم الجمعة إلا بيوم قبله أو يوم بعده .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada hari Jum’at kecuali apabila seseorang berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”[4] Dan hari sesudah Jum’at adalah hari Sabtu.
Keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban dan pasti akan bertemu dengan hari Sabtu.
Kelima: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan puasa Muharram dan kadangkala bertemu dengan hari Sabtu.
Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan. Ini juga bisa bertemu dengan hari Sabtu.
Ketujuh: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa pada ayyamul biid (13, 14, dan 15 Hijriyah) setiap bulannya dan kadangkala juga akan bertemu dengan hari Sabtu.
Dan masih banyak hadits yang menceritakan puasa pada hari Sabtu.[5]
Dari hadits yang begitu banyak (mutawatir), Al Atsrom membolehkan berpuasa pada hari Sabtu. Pakar ‘ilal hadits (yang mengetahui seluk beluk cacat hadits), yaitu Yahya bin Sa’id enggan memakai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu dan beliau enggan meriwayatkan hadits itu. Ha ini menunjukkan lemahnya (dho’ifnya) hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu.[6]
Murid Imam Ahmad –Al Atsrom dan Abu Daud- menyatakan bahwa pendapat tersebut dimansukh (dihapus). Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hadits ini syadz, yaitu menyelisihi hadits yang lebih kuat.[7]
Namun kebanyakan pengikut Imam Ahmad memahami bahwa Imam Ahmad mengambil dan mengamalkan hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu, kemudian mereka pahami bahwa larangan yang dimaksudkan adalah jika puasa hari Sabtu tersebut bersendirian. Imam Ahmad ditanya mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Beliau pun menjawab bahwa boleh berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikutkan dengan hari sebelumnya.[8]
Kesimpulan:Ada ulama yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah (dho’if) dan hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini, boleh berpuasa pada hari Sabtu.Sebagian ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atau hasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka itu dibolehkan.[9]
Larangan Puasa Hari Sabtu
Mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,
لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
“Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”[1] Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh (telah dihapus). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Beberapa Puasa Ada yang Dilakukan pada Hari Sabtu
Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan puasa pada hari Sabtu dan Ahad.
Dari Ummu Salamah, ia berkata,
كان أكثر صومه السبت و الأحد و يقول : هما يوما عيد المشركين فأحب أن أخالفهم
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad.” Beliau pun berkata, “Kedua hari tersebut adalah hari raya orang musyrik, sehingga aku pun senang menyelisihi mereka.”[2]
Kedua: Boleh berpuasa pada Hari Jum’at dan Sabtu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada salah satu istrinya yang berpuasa pada hari Jum’at,
« أَصُمْتِ أَمْسِ » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِى غَدًا » . قَالَتْ لاَ . قَالَ « فَأَفْطِرِى »
“Apakah kemarin (Kamis) engkau berpuasa?” Istrinya mengatakan, “Tidak.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Apakah engkau ingin berpuasa besok (Sabtu)?” Istrinya mengatakan, “Tidak.” “Kalau begitu hendaklah engkau membatalkan puasamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[3]
Ketiga: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan berpuasa pada hari Jum’at asalkan diikuti puasa pada hari sesudahnya (hari Sabtu). Dari Abu Hurairah, ia mengatakan,
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم الجمعة إلا بيوم قبله أو يوم بعده .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada hari Jum’at kecuali apabila seseorang berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.”[4] Dan hari sesudah Jum’at adalah hari Sabtu.
Keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban dan pasti akan bertemu dengan hari Sabtu.
Kelima: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan puasa Muharram dan kadangkala bertemu dengan hari Sabtu.
Keenam: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan. Ini juga bisa bertemu dengan hari Sabtu.
Ketujuh: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berpuasa pada ayyamul biid (13, 14, dan 15 Hijriyah) setiap bulannya dan kadangkala juga akan bertemu dengan hari Sabtu.
Dan masih banyak hadits yang menceritakan puasa pada hari Sabtu.[5]
Dari hadits yang begitu banyak (mutawatir), Al Atsrom membolehkan berpuasa pada hari Sabtu. Pakar ‘ilal hadits (yang mengetahui seluk beluk cacat hadits), yaitu Yahya bin Sa’id enggan memakai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu dan beliau enggan meriwayatkan hadits itu. Ha ini menunjukkan lemahnya (dho’ifnya) hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu.[6]
Murid Imam Ahmad –Al Atsrom dan Abu Daud- menyatakan bahwa pendapat tersebut dimansukh (dihapus). Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hadits ini syadz, yaitu menyelisihi hadits yang lebih kuat.[7]
Namun kebanyakan pengikut Imam Ahmad memahami bahwa Imam Ahmad mengambil dan mengamalkan hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu, kemudian mereka pahami bahwa larangan yang dimaksudkan adalah jika puasa hari Sabtu tersebut bersendirian. Imam Ahmad ditanya mengenai berpuasa pada hari Sabtu. Beliau pun menjawab bahwa boleh berpuasa pada hari Sabtu asalkan diikutkan dengan hari sebelumnya.[8]
Kesimpulan:Ada ulama yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah (dho’if) dan hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini, boleh berpuasa pada hari Sabtu.Sebagian ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atau hasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka itu dibolehkan.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar