Membagi Hati

"Sayang?"

Aku mendongak. Memberi respon dengan ekspresi tanda tanya.

"Nasinya di makan dulu," ucapnya lembut, menatap lurus mataku.

"Aku nggak lapar. Tadi kan aku udah bilang, es krim aja cukup. Nggak usah pesan nasi," sahutku datar.

Lelaki di depanku kembali terdiam. Kedua tangannya dilipat dia atas meja dan tatapannya masih belum beranjak ke arah lain.

"Please, jangan menatapku seperti itu," komentarku jengah, lalu kembali pada layar10 inchi di depanku.

Keheningan menyelimuti kami berdua.

Cahaya malam dan lampu-lampu jalan yang biasanya selalu kupuja berlama-lama, kini sama sekali tak menarik perhatianku. Duduk di tempat favorit dengan hidangan kesukaan tak jua mengembalikan selera makanku yang hilang sejak beberapa hari lalu.

"Sayang, aku minta maaf."

...

"Aku tak pernah sekalipun berniat menghianati sayang,"

Aku tak memandangnya, hatiku ngilu. Mataku mulai menghangat.

"Berulang kali kukatakkan, aku cuma cinta sama kamu,"

Kuaduk sisa es krim yang ada dihadapanku dengan perasaan tak menentu.

"Sayang, maaf."

Butiran bening dua kali menetes dari pelupuk mataku.

"Sampai kapan?" tanyaku pelan.

"Sayang,..."

"Sampai kapan kamu mau terus seperti ini? kita dekat. Kita di satu kota. Mengapa terkesan kita begitu jauh? mengapa kamu justru sibuk dengan orang lain? mngapa kamu selalu repot untuk menghibur perempuan lain sementara aku yang statusnya kekasihmu, justru tak pernah kamu pedulikan bagaimana perasaannya. Apa kamu pernah menanyakan bagaimana keadaanku selama ini? satu yang paling menyakitkan. Kamu kemana ketika kemarin aku hampir mati? lagi dengerin curhatan perempuan yang selalu kamu sebut sebagai sahabatmu? kamu paham betul bahwa perempuan itu punya perasaan lebih terhadapmu dan kamu tak pernah sekalipun berusaha menghindarinya!" 

Aku tahu kamu jujur mencintaiku, tapi mengapa kamu tak bisa berhenti untuk berbagi hati untuk yang lain? kapan hatimu sepenuhnya diberikan padaku?