Liburan kembali menyapa. Setelah disibukkan dengan berbagai kegiatan di kampus, sekarang waktunya untuk refreshing. Lagi libur gini paling enak ngumpul sama sahabat buat hangout bareng, apalagi kalau lama nggak ketemu. Kuhubungi kedua sahabatku dan janjian ketemu di kedai coklat favorit kami.
"Hai Sil, makin cantik aja. Gimana kabarnya nih, sombong banget jarang komunikasian," Dyana menyapaku langsung dengan kebiasaan berkomentarnya.
Aku tersenyum, "Kan aku udah bilang akhir semester kemarin banyak banget kegiatan, ada pagelaran seni, kegiatan organisasi, UAS juga. Maklumi aja sahabatmu yang mendadak jadi orang sibuk, hehehe," Jawabku berasa curhat.
"Iya deh iya yang sibuk. Eh, tumben aku duluan yang dateng, biasanya Rani paling semangat kalau diajak kemari,"
"Tau tuh anak, nggak ngabarin juga udah sampai mana. Tungguin aja deh,"
"Ok. Ehm, Ciee, ada yang clbk nih. Belum makan-makan loh Sil,"
Aku terkekeh, "Kamu tahu sendiri aku sama Sandy dulu putusnya karena dia studi ke London. Sekarang udah balik, kami masih sama-sama sayang, ya balik lagi deh."
"Selamat ya, udah nggak uring-uringan lagi. Long last ya...."
"Amiin. Terus ehm, kamu udah dapet gebetan baru belum nih? udah beneran move on dari Viko kan?"
"Move on mungkin udah, tapi kayaknya kalo nglupain belum deh. Kalo tiba-tiba ingat, pasti jadi kangen tapi sesaat kemudian langsung nyesek banget sakit hati sama semua sikapnnya."
"Setidaknya kamu udah bisa hidup tanpanya. Kenangan sekecil apapun kan emang nggak bisa dilupain, apalagi dari orang yang kita sayang. Hanya perlu pembiasaan aja. Nyesel dia nanti udah sia-siakan kamu Sil," ucapku sambil nyengir. Kurasa suatu saat Viko akan menyesali keputusannya telah melewatkan gadis sebaik Dyana. Udah dibikin jatuh cinta, eh pas didapat malah disia-siakan.
"Udah ah, pesan minum yuk," usulnya mengalihkanpembicaraan, ya aku memaklumi.
"Hai semuaaaa....." seru seorang cewek bersuara cempreng menyapa meja kami. siapa lagi kalau bukan Rani.
"Tumben Ran, lama?" tanyaku setelah dia meletakkan pantatnya di kursi sebelahku.
"Tau tuh si Viko, aku mau balik dari kampus dia manggil terus minta beberapa file tugas. Dengar-dengar dia lagi ada masalah sama dosen. Tau deh, dia deketin cuma kalo ada maunya. Terus aku kerjain aja, hahaha dia nganterin aku sampai depan. Tenang aja Na, aku nggak bilang kalau aku mau ketemuan sama kamu kok." Rani menaik-turunkan alisnya memandang Dyana.
"Udah nggak ngaruh juga kali Ran, dia kan emang gitu. Deketin cuma kalo butuh," sambung Dyana cuek.
Aku memandang mereka yang sama-sama tak suka dengan seorang Viko. Dua sahabatku yang hatinya terjatuh pada orang yang sama, yang ternyata diragukan keseriusannya. Dari cara bicara Rani tadi, kurasa dia memang masih sakit hati dengan Viko yang dulu pernah memberi harapan palsu kepadanya. Eh, ralat. Mungkin lebih tepatnya masih menyimpan rasa, apapun itu. Kalau beneran udah nggak suka, ngapain juga nyuri kesempatan minta Viko mengantarkannya kemari? Entahlah aku tak tahu yang ada dipikirannya. Sedangkan satu sahabatku, Dyana, dia satu langkah lebih maju dari Rani. Viko berhasil menaklukkan perempuan berlesung pipi itu yang pada awalnya sama sekali tak tertarik dengan Viko, namun don juan itu pantang menyerah hingga bisa mendapatkan cintanya yah walaupun pada akhirnya Dyana tak tahan dengan sikap Viko yang player. Dua sahabatku menyayangi sekaligus membenci orang yang sama, sekarang. Bersamaan. Oh Tuhan, dari sekian lelaki, mengapa harus Viko yang singgah di hati mereka?
"Silva, kok melamun. Ditanyain nggak nyaut mulu. Kamu pesan apa?" suara Rani terdengar kesal.
"Maaf-maaf. Aku Coklat panas aja deh, sama roti bakar keju," Jawabku kembali ke alam nyata.
"Sil, nggak biasanya melamun gitu, kamu kenapa sih?" Dyani ikut penasaran.
"Hehehe, nggak papa kok,"
Aku bukan melamun, hanya memikirkan kisah cinta kalian yang ehm..... Intinya kenapa harus Viko gitu? cinta memang nggak pandang siapa dan dimana sih, terkadang rumit juga. Semoga kalian berdua cepat mendapatkan lelaki yang lebih baik darinya.
***
*Hasil tantangan nulis dadakan*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar