Sabtu, 05 Februari 2011

De Javu

Banyak pepatah mengatakan:
”Sahabat sejati, akan tetap Bersama kita, ketika kita Merasa seisi dunia meninggalkan kita
Sahabat adalah Tangan Tuhan untuk menjaga kita.
Sahabat akan selalu ada disaat suka maupun duka”

Entah mengapa aku sama sekali tidak percaya dengah kata-kata tersebut.
Aku sama sekali tak dapat merasakan hadirnya sahabat disisiku.
Mereka semua hanya dekat saat sedang membutuhkan saja dan akan meninggalkanku saat aku sudah tak dibutuhkan lagi. Aku merasa Cuma sebagai alat..
Didepanku mereka bilang sahabat, tapi apa yang mereka katakan dibelakangku???
Mereka semua munafik.
Ingin ku berteriak namun mulut tak bersuara
Ingin ku menangis namun air mata kat dapat menetes
Ingin ku berlari namun kaki tak dapat beranjak

Setelah menutup diary, aku merasa taman yang kutempati  sangatlah indah, namun sayang tak ada satu orangpun ada disana. Sungguh aku merasa kesepian.
Tanpa keluarga, tanpa sahabat, tanpa orang-orang yang kusayangi. Kemana mereka disaat kubutuhkan? Sebagai anak tunggal yang telah kehilangan orang tua, sangatlah berat untukku menjalani hidup ini.
            ”Hai...” Sapa seseorang membuatku terkejut.
            Aku menoleh dan memeperhatikannya.
            ”Rhea? Kok bengong?” Tanya orang itu.
            Aku tertegun. Aku benar-benar tak mengenalinya. And he is so handsome.
            ”Apa kamu benar-benar telah melupakanku? Aku Devan. Teman kecilmu. Dulu kita selalu main ayunan bareng.” Jelasnya.
            ”Teman kecil? Maaf, mungkin aku sudah lupa.” Ucapku pelan.
            Kuputar memori otakku namun alhasil, aku tak mengingatnya
            “Aku ngerti kok. Maklum, kita udah 10 tahun nggak ketemu.” Ucapnya pelan.
            “Sekali lagi aku minta maaf, tapi kok kamu bisa mengenalku? Kita kan nggak pernah bertemu?”
            Dari penjelasannya ku ketahui kalau dulu kami bertetangga, namun suatu ketika keluarganya pindah ke Surabaya. Saat itu aku berusia 7 tahun dan dia 9 tahun. Ia bisa mengenaliku dari foto yang terpasang dirumahku. Ternyata ia masih ingat rumahku. Tapi jujur, aku masih belum mengingatnya. Apakah ini artinya daya ingatku sangat rendah? Ah, biarlah....
            ”Rhe, ngapain sore-sore disini sendirian?” 
            “Menikmati udara sore. Aku lebih suka sendiri. Terasa lebih tenang dan nyaman.” Aku tersenyum.
            “Rhea, nggak baik lho kalau sendirian terus. Bukannya aku sok nasehati ya, tapi kalau boleh aku sarankan lebih baik kamu coba untuk membuka diri kamu untuk orang-orang disekelilingmu. Mungkin sulit, namun aku yakin kalau hati kecilmu juga kesepian. Apalagi setelah orang tuamu meninggal, kamu sangat memerlukan teman untuk saling berbagi. Rhea, tolong jangan vonis semua orang seperti apa yang kamu bayangkan. Banyak orang diluar sana yang bisa ngertiin kamu, bisa menyayangimu dengan tulus, bisa menjaga dan melindungimu. Tapi mengapa kamu tak pernah memberikan celah pada mereka agar bisa masuk kedalam hidupmu? Rhe, tolong jangan anggap semua orang itu sama. Mungkin kamu merasa sakit hati atas perlakuan orang-orang yang hanya memanfaatkan kelebihanmu, namun banyak kok yang lebih baik dari mereka.”
            “Stop! Jujur, aku nggak ingat kamu. Kalaupun benar kamu temanku, kita tak pernah bertemu dan kamu jangan sok tahu tentang hidupku. Kamu bisa ngomong gitu karena kamu nggak merasakan apa yang kurasa. Rasanya sakit banget.” Aku berlari meninggalkannya dan ternyata aku telah meneteskan air mata.
            ”Rhea, jadilah pahlawan untuk diri sendiri.” Teriaknya.
            Perlahan aku menghentikan langkahku dan menutup mataku, mencerna semua yang kudengar tadi. Saat kubuka mata, kepalaku sangat pusing dan mataku berkunang-kunang kulihat banyak orang mengerumuniku.
            ”Devan?” Ucapku kepada orang yang tepat didepanku.
            ”Kok tahu? Sejak 10 tahun lalu kita kan nggak pernah ketemu.” Jawabnya.
            Oh My God apa aku telah mengalami dejavu? Terimakasih Tuhan, semoga Devanlah yang selama ini kucari dan bisa merubah hidupku.
            ”Bukan aku, tapi kamulah yang akan merubah jalan hidupmu.” Ucap Devan tiba-tiba.
            What? Dia bisa mendengar ucapanku dalam hati?
            Dia tersenyum meng’iya’kan.
            Gawaaaaaaaaat........
           
             
 _2009_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar