Selasa, 28 April 2015

Memaafkan

Seseorang pernah mengatakan kalau memaafkan dan minta maaf adalah hal sederhana namun berat untuk diungkapkan bagi mereka yang berselisih. 
Yap. Kata maaf berhubungan dengan sebuah kesalahan. Ketika kita merasa bersalah terhadap seseorang, sudah sewajibnya untuk minta maaf. Kemudian jika ada orang yang melakukan kesalahan terhadap kita, sudah sepatutnya kita untuk memaafkan. Bukankah manusia tak ada yang sempurna? sekecil apapun, pasti pernah melakukan kesalahan. 
Bukan soal bagaimana mengucapkan kata maaf, tetapi bentuk kesalahan yang dilakukan seseorang lah yang berpengaruh terhadap kapan kata maaf itu muncul.
Satu waktu, saya menemukan sebuah tweet yang berbunyi, "Ia yang kuat adalah ia yang bisa memaafkan orang lain yang bersalah padanya, sebelum orang tersebut minta maaf."

Ketika membaca itu, sesaat saya tersadar dengan kejadian yang sedang menimpa saya saat itu. Tepatnya beberapa bulan lalu sempat ada perselisihan dengan beberapa orang yang membuat saya terjatuh hingga rasa "tak suka" menggunung memenuhi hati. Bahkan sempat berpikir bahwa saya sangat membenci karena kesalahan yang mereka perbuat. Tweet di atas seakan menyadarkan saya yang mungkin sedang di bawah pengaruh setan.
Selama ini, saya tipikal orang yang tidak suka bermasalah dengan orang lain, bahkan orang di sekeliling saya nyaris tak pernah melihat saya begitu tak menyukai seseorang, sampai pada satu hari dimana sebuah kenyataan saya dapatkan dari beberapa orang terdekat yang membuat kesalahan yang membuat saya untuk pertama kalinya mengucap, "Aku benci mereka. Semua munafik."
Kesalahan mereka yang tidak bisa saya terima, membuat mereka justru takut hingga kata maaf tak pernah sekalipun terucap dari bibir mereka. Satu sama lain hanya bisa saling menghindar ketika mata hampir berpapasan.
Saya tak berharap banyak untuk mendapatkan permintaan maaf dari mereka, karena lagi-lagi saya berusaha berpikir positif, "mereka tak sengaja." Sakit hati dan keterpurukan yang saya alami saat itu saya anggap sebagai sebuah tantangan dari Allah, apakah saya sanggup melewati sedikit kerikil tajam yang ada di depan langkah.
Setelah sekian hari, setelah menggunakan banyak waktu untuk berpikir dan merenung, akhirnya saya pun bisa berdamai dengan diri sendiri. Caranya adalah dengan mengikhlaskan semua yang telah terjadi, memaafkan segala kekhilafan yang pernah mereka perbuat. Memang bukan perkara mudah untuk memaafkan orang yang pernah membuat hati terluka. Perlu perjuangan untuk menguatkan hati agar mampu bangkit kembali. 
Tweet di atas juga salah satu motivasi untuk lebih "menerima" keadaan ini. Bukankah Allah juga tak akan mengubah suatu kaum sebelum kaum itu mau mengubahnya sendiri?
Perlahan, Mulai saya dekati mereka yang pernah membuatku terjatuh. Memang tak bisa biasa seperti sedia kala, namun setidaknya ada niat untuk "baikan" lagi. Saya bukan orang yang suka banyak cerita, jadi paling tidak, jika berpapasan dengan mereka di manapun, berusaha untuk kembali menebar senyum.
Memaafkan, lalu memperbaiki hubungan. Semenjak beberapa hari lalu kudapat penyadaran seperti itu, ternyata hasilnya juga luar biasa. Satu persatu dari mereka membalas senyum, tak lagi berusaha untuk mengindari tatapan mata ketika berpapasan, juga tak canggung lagi untuk ngajak cerita ketika bertemu. 
Lega. Begitulah kira-kira apa perasaan yang tergambar di hati sekarang ini. Berdamai dengan diri sendiri, menerima takdir yang terjadi, memaafkan sebesar apapun kesalahan orang lain. 
Semoga berawal dari rasa memaafkan yang berasal dari hati, juga mengurangi dosa karena mungkin pernah membenci.
Hidup memang lebih indah jika kita tak bermasalah dengan orang lain :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar