Kamis, 07 Oktober 2010

Asmaul Husna

Berbicara tentang Asma’ul Husna Mengundang suatu pendahuluan, yakni yakin dengan mengigatkan bahwa ada fitnah insting keberagaman dalam diri setiap insan. Disana tertampung berbagai emosi manusia seperti rasa takut, harap cemas, cinta, kesetiaan, pengagungan, pensucian dan berbagai macam lainnya yang menghiasi jiwa manusia.

Tanpa mendefinisikannya, kita dapat berkata bahwa ia adalah dorongan dari lubuk hati yang terdalam untuk melakukan hubungan dengan suatu kekuatan yang diyakini Maha Agung. Manusia merasa bahwa Yang Maha Kuasa itu adalah andalannya. Masa depannya berkaitan erat dengan kekuatan itu serta kemashlahatannya tercapai melalui hubungan baik dengan-Nya.




Cobalah hentikan hiruk pikuk kesibukan dan lepaskan jiwa mengembara bersama kekuasaan alam raya, pasti ada saat dimana akan lahir dorongan untuk bertemu dan menyatu dengan kekuatan yang Maha Dahsyat di luar alam raya ini, disertai dengan keyakinan bahwa kepadan-Nyalah bersumber dan bermuara segala sesuatu.

Manusia yang membaca lembaran alam raya, niscaya akan mendapatkan-Nya. Sebelum manusia mengenal peradaban, mereka menemempuh kekuatan itu, walau nama yang disandangkan-Nya bermacam-macam seperti pengerak pertama, Yang Maha Kuasa, Pencipta Alam, Kehendak Mutlak, Yang Maha Mutlak dan sebagainya. Bahkan seandainya mata tidak mampu membaca lembaran alam raya, maka mata hati dengan cahaya-Nya akan menemukannya, karena manusia mampu memandang Tuhan melalui lubuk hatinya, bahkan bila manusia mendengar suara nuraninya dengan telinga terbuka pasti dia akan mendengar “suara Tuhan” menyerunya.

Itulah fitrah manusia, dan karena ia fitrah, maka ia tidak dapat dipisahkan dari manusia, paling hanya tingkatnya yang berbeda. Sesekali atau pada seseorang, panggilan itu sedemikian kuat cahayanya melebihi sinara matahari dan di kali lain atau pada orang lain, ia lemah, remang dan redup. Namun demikian sumbernya tidak lenyap, akarnyapun mustahil tercabut. Suatu ketika menjelang ruhnya berpisah dari tubuh, fitra keagamaan itu muncul sedemikian kuat dan jelas.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(tetaplah atas)fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Qs. Fathir 35 : 30)

Bagaimana itu terjadi? mari kita coba jelaskan. Manusia betapapun kuasa dan kuatnya, pasti mengalami ketakutan itu menyertainya, banyak yang tidak merasakan sedikit kebutuhanpun, tetapi ketika kekuasaan dan kekuatan meninggalkannya, ia merasa takut atau cemas dan pada saat itu ia membutuhkan “sesuatu” yang mampu menghilangkan ketakutan dan kecemasannya itu. Boleh jadi pada tahap awal ia mencari “sesuatu” itu pada mahluk, tetapi jika kebutuhannya tidak terpenuhi, pastilah pada akhirnya ia akan mencari dan bertemu dengan kekuatan yang berada di luar alam raya.Itulah Tuhan dengan bermacam-macam nam yang disandang-Nya.

Buku : Menyingkap Tabir Ilahi
Pengarang : M. Quraish Shihab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar