Jumat, 03 Mei 2013

Calon Mantu


Oleh : Mifta Resti

Pagi ini terasa sangat panjang bagi Tini. Sebentar-sebentar lari ke dapur, lalu balik lagi ke kamarnya, duduk di depan laptopnya yang sering mati sendiri kalau kelamaan menyala, maklum sudah empat tahun laptop itu menemani hari-hari Tini.
Tadi sebelum pergi ke tempat arisan, ibu berpesan padanya untuk memasak sayur asem. Diapun mengiyakan. Selesai mandi pagi Tini menyiapkan macam-macam sayuran yang diambilnya dari kulkas.
Kebiasaan buruk Tini yang sudah beberapa tahun tak hilang yaitu suka melamun kalau sedang mengerjakan sesuatu. Tubuhnya di situ tapi pikirannya terbang entah kemana, sering juga mereka-reka kejadian yang tak pernah terjadi sebelumnya. Contohnya dulu ketika sedang duduk sendiri nunggu bis di depan sekolah, dia membayangkan ada pangeran datang menghampiri dan mengantarnya pulang. Tentu saja itu hanya sebatas dunia khayalnya.

Kali ini juga sama, baru saja sayuran itu dipotong-potong, pikirannya sudah mengkhayal tinggi dan alhasil kepalanya dipenuhi oleh ide-ide cerita yang harus segera dituang sebelum lenyap.
Tini yang selalu ngaku wajahnya mirip Alisya Subandono itu langsung masuk kamar dan menghidupkan laptop kesayangannya. Ditulisnya apa yang berterbangan di atas kepalanya. Ketika sedang serius terdengar suara ponsel Tini bunyi.
Bip, bip.... sms dari ibunya muncul lagi. "Tin, udah dimasak sayurnya? Sebentar lagi bapakmu pulang dan pasti mau makan."
Olala! Tini jadi melupakan tugasnya. Dilihatnya jam ungu yang terpasang di dindingnya ternyata sudah dua jam terlewatkan. Jadilah Tini bolak-bolak ke dapur dan kamar.
Lagi sibuk bolak-balik antara kompor dan laptop, Tono pacarnya meneleponnya.
“Darling, jalan-jalan, yuukkk?"
Tini meradang. "Apaaa? Kamu gak lihat aku masak sambil ngetik?"
Tono bingung mendapat dampratan tiba-tiba dari Tini. Tapi setelah mendengar keluhan Tini, Tono pun berusaha menghibur.
"Wah,  kamu hebat ya. Masak sambil ngetik. Gak sekalian sambil mandiin adikmu dan betulin genteng? Hehe…” Tono tertawa dari balik telepon.
“Hellow, betulin genteng itu pekerjaan kamu tahu!” Tini sewot dengan tanggapan pacarnya.
“Lho, sekarang kan jamannya emansipasi, perempuan itu harus bisa mengerjakan pekerjaan  laki-laki juga.”
“Nggak usah pidato deh. Mendingan kamu kemari bantuin.” Perintah Tini cepat.
“Iya iya. Tenang, Darling. Aku ke sana bantuin kamu ya. Aku kan jago masak. Kamu terusin aja ngetiknya."
“Beneran lho, kutunggu. Awas kalau bohong, kuceraikan kamu.” Tini mengancam dengan gayanya yang lebay.
Setelah Tono mengiyakan, sambungan pun terputus. Sayur yang sudah diracik semua untuk sementara dikesampingkan dulu, nunggu Tono saja yang memasak. Dia kan memang ahli menuang bumbu-bumbu ke dalam masakan sesuai porsinya, tidak seperti Tini yang lebih sering keasinan ketika masak.
Sembari menunggu kedatangan pacarnya, dia membuat sambal. Dia ingat bapaknya yang selalu protes kalau makan tidak ada sambal. Dituangnya banyak cabe dicampur dengan bawang putih, sedikit terasi dan garam secukupnya ke dalam ciri kemudian menguleg dengan emosi karena menunggu kekasih tercintanya yang tak kunjung datang.
Namun, tunggu ditunggu, Tono gak muncul juga. Tini kesal luar biasa. Dia kirim sms ke nomor Tono bertubi-tubi. "Kartonooooo, lo di mana? Katanya mau bantuiiiinn? Pasti lo lagi main karet gelang sama cewek-cewek tetanggamu itu kan?"
Setelah sms tak dibalas juga, Tini mencoba menghubungi. Ternyata yang menjawab telepon seorang cewek yang suaranya semakin membuat Tini dongkol.
“Maaf nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau…” belum selesai perempuan itu bicara, Tini sudah memutuskan teleponnya.
“Kartonooooooooooooo....!” Tini berteriak sendiri di rumah sambil mulai memasak sendiri dengan wajah muram.
Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Spontan Tini berlari menuju pintu depan karena yakin itu pacarnya.
Surprise…..” Ucap seseorang ketika Tini membuka pintu.
“Eh Kartono, dari mana saja kamu? nggak tahu aku nungguin sampai kaki mau patah gara-gara bolak-balik kamar dan dapur? tega banget kamu. Pacar macam apa yang nggak bertanggung jawab sama janjinya sendiri…” Tini langsung nyemprot berbagai makian kepada Tono.
“Kartini my darling, jangan marah gitu dong nanti cantiknya hilang lho. Kalau udah nggak cantik tuh kayak nenek-nenek yang suka ngemis di lampu merah.” Tono ngajak bercanda.
“Nggak lucu.” Tini ngambek dan memalingkan wajahnya.
“Maaf ya, datangnya telat. Tadi hapenya mati dan di rumah kebetulan mati listrik karena pemadaman bergilir. Ini aku bawain sayur asemnya.” Tono menyerahkan rantang yang dibawanya.
“Kartono, gue nggak minta lo bawain, tapi bantuin gue masak.” Tini masih sok jutek.
“Darling, ini buatanku sendiri. Dari pada aku masak di sini dan kamu nulis, nanti kalau orang tuamu tahu gimana? nggak takut diomelin?”
“Em, iya juga sih. Lha terus sekarang gimana? Sayurannya kan udah disiapin di dapur. Terus ngomong ke ibu gimana?” Tini balik bertanya.
“Bilang aja sayur asem ini kiriman dari calon mantu.” Kata Tono ringan.
Wajah Tini merona mendadak.

SELESAI


Nominasi 10 besar CERDAK Story Magazine bulan April.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar