Jumat, 11 Oktober 2013

Wisata Malam



Kali ini mau sedikit cerita tentang wisata malamku kemarin bersama ketiga teman dekatku. Sebut saja namanya Dina, Doni, dan Danu. Ini sebuah petualangan tak terencana ke Pemandian air hangat Guci.
Sebagai prolog, kuceritakan sedikit kronologinya kenapa aku bisa sampai ikut wisata ‘tak biasa’ ini. oke, pertama kemarin adalah malam jumat, tak ada asalan untuk belajar karena esoknya tak ada perkuliahan. Kedua, aku mau mudik, jadi ini bisa dikatakan main ‘mumpung masih di Tegal’.
Semua berawal dari ajakan Dina. Sore-sore datang ke kos, terus curhat katanya diajak Doni ke Guci. Dia pengen, tapi nggak mau kalau cuma berdua. Jadilah ngajak aku. Kalau cuma aku doang, itu nggak mungkin, tentu harus ngajak satu cowok buat boncengin aku. Tahu sendiri medan ke Guci itu berkelok tajam, naik turun pula.
Jadilah kami berempat berwisata malam ke Guci. Kalau aku sih yang penting main aja, perkara disana mau ngapain, urusan nanti.
Setelah isya, aku dan Dina berangkat ke kosan Doni dan Danu. Awalnya Danu bergeming dengan rayuan cewek-cewek cantik ini buat ikutan main, dan setelah setengah jam akhirnya dia luluh juga.
Kami berempat berangkat dari kota Tegal tepat setengah delapan malam. Doni bareng Dina, sementara aku sama Danu. Sepanjang jalan aku dan Danu ngobrol macem-macem, biar nggak sepi di perjalanan.  
Tepat pukul Sembilan, kami berhenti di minimarket setelah belokan menuju Guci. Suasana dingin pun mulai terasa. Kami beli beberapa bungkus cemilan untuk bekal disana.
Sekitar pukul setengah sepuluh, angin malam pegunungan mulai berani menggoda tubuh kami. Aku dan Dina yang dijok belakang pun mulai terasa dingin, apalagi Danu dan Doni yang posisinya di depan. Danu bahkah mulai merancau kedinginan, tangannya hampir beku katanya. Kurasa suhunya belasan derajat selsius. Anginnya berasa kayak air es, langsung nusuk kulit.

Belum sampai di lokasi, Danu semakin kedinginan, tangannya juga sudah mulai menggigil, akhirnya, untuk pertama kali aku nyuruh orang buat merokok.  Kenapa? Karena banyak yang ngomong, bahkan diapun ngaku kalau rokok bisa bikin tubuh hangat. Dari pada dia nyerah di tengah jalan atau nggak konsen nyetangnya, mendingan dia ngrokok.
Sekitar pukul sepuluh, kami tiba di kawasan wisata Guci. Selama menuju tempat pemandian air hangat, kami melewati banyak vila dan tempat penginapan. Dan kalian tahu? Banyak pemilik atau mungkin petugas yang “ngawe-awe” sambil ngomong harga sewa kamar. Kami berempat hanya tersenyum menolak.
Mereka kira kami ini apaan? Lagian kalau gitu kan sama aja mereka memfasilitasi/ member kesempatan orang untuk berbuat hal-hal yang dilarang.
Sesampai di Air hangat, suasana masih sepi, katanya sih makin malam makin rame orang yang berendam di air hangat. Kami langsung menuju tempat yang enak buat berendam. Eh maksudnya, aku dan Dina hanya berendam kakinya sambil memainkan airnya, sementara Doni dan Danu langsung melepas pakaian panjangnya dan nyebur ke kolam yang juga sudah ada beberapa orang (laki-laki) yang sedang berendam.
Pertama kali mencelupkan kaki ke dalam air, benar-benar terasa sengatan panasnya. Airnya sebenarnya hangat, Cuma karena tubuh kami yang kedinginan, jadilah airnya terasa sangat panas. Pelan-pelan, kami mulai beradaptasi dengan suhu airnya. Berhubng tempatnya terbuka, sekalian menikmati bulan yang sabit.
Beruntung selama di objek wisata, kami tak menemukan hal-hal yang tak diinginkan, jadi tenang-tenang saja sambil menikmati cemilan yang tadi dibeli.
Doni dan Danu “mentas” jam setengah dua belas. Kami pun berniat langsung pulang. Walaupun sebentar, aku dan Dina cukup senang bisa bermain air hangat di malam hari, setidaknya menebus dinginnya udara selama perjalanan.
Sepanjang jalan pulang, kami lebih sering mendapati turunan. *ya iya lah, namanya aja turun gunung. Pemandangan pulangpunsemakin lias, di kanan kiri disuguhi lampu-lampu cantik indahnya kota Tegal. Ngrasain benar-benar di pegunungan. *coba kalo sama pacar, mesti romantis #abaikan.
Tengah malam, dalam sebuah perjalanan, salah satu permasalahan adalah perut. Yap, kami lapar. Akhirnya mampir di warung nasi goreng di pinggir jalan, sekalian istirahat.
Perjalanan belum selesai, bahkan baru terasa ketika sudah turun gunung. Masih setengah perjalanan, mendadak motor Doni bannya bocor. Kalian tahu, ketika lihat jam tangan, pukul setengah dua dini hari. Jam segini jarang banget ada bengkel buka!
Dengan judul kebersamaan, kami berempat pun jalan. Eh bukan! Si Danu dengan motor yang masih sehat, nyoba nyari bengkel terdekat yang masih buka. Setelah jalan agak lama, Danu balik dan ngomong kalau ada pom bensin dekat. Aku dan Dina pun “cenglu” diantar duluan ke sana.
Sampai di SPBU, aku dan Dina langsung menuju ke mushola. Untuk apa? Tidur tentunya, *maksudnya selagi nunggu mereka berdua. Lagi pula di luar juga dingin banget.
Tak lama, mereka menemukan bengkel yang masih buka. *untunglah…. Alhamdulillah. Berhubung mata udah pengen banget merem, seperti tulisan diatas, aku dan Dina memanfaatkan beberapa helai sajadah untuk alas tidur. *maaf Ya Allah…
Pas mau siap tidur, mas-mas petugas SPBU dating sambil membawa karpet,  baik banget deh, tau aja kami sedang kedingingan dan butuh alas tidur :- D
Sekitar jam tigaan, aku melek lagi, lihat ke pintu mushola, ternyata ada Doni sama Danu yang sedang memperhatikan kami. Mungkin mau bangungin tapi bingung caranya. Ternyata motornya udah normal kembali. Kami semua pun meninggalkan SPBU, sebelumnya tak lupa mengucap terimakasih atas kebaikan petugas pom.
Danu yang sejak perjalanan pulang tadi udah ngomong capek plus ngantuk, saat tancap gas dari SPBU, dia ambil kecepatan sampai 60 km/jam, bahkan mungkin hampir 70km/jam. Asli, baru pernah naik motor segitu, berasa mau terbang.
Berhubung sampai kota Tegal waktu sudah menunjuk pukul tiga dini hari, nggak mungkin banget kalau pulang ke kos. Jadilah aku dan Dina nginap di kosan Doni dan Danu, kebetulan ada kamar yang kosong. Sampai kos, aku langsung menuju kamar yang ditunjuk Danu dan  segera merebahkan tubuh yang mulai pegal-pegal. Sementara Danu langsung ‘ngglosor’ di ruang tengah.
Merem ora merem, ngenteni si Dina ora tekan-tekan.
Hampir sepuluh menit berselang, akhirnya Doni dan Dina sampai kos juga. Dia juga langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelahku. Sepertinya kami semua merasakan hal yang sama. Pengen tidur. Belum lama, Doni membuka pintu kamar kami, member dua bantal dan dua selimut, juga mematikan lampu kamar, katanya bisa cepet lelap. Saat itu, aku ngrasain banget ketulusan Doni. Dia memang sahabat yang selalu bisa melindungi.
Kami berempat pun akhirnya tidur dengan gaya masing-masing.
Nggak bakal kulupain wisata dadakan ini. terima kasih buat Mbak Dina yang ngajak, orang yang selalu cerewet karena terlalu perhatian, buat Abang Doni yang selalu melindungi setiap perjalanan bersama, juga buat Mas Danu yang kadang cuek, tapi tetep asik diajak ngobrol.
Merkipun setiap kali bareng Doni dan Danu, aku selalu dibully, tetap merasa kalau di dekat mereka, aku aman. Terimakasih sahabatku yang juga keluarga beruku di perantauan.
Setelah keliling Jawa Tengah bersama beberapa bulan lalu, setelah wisata malam dadakan kemarin, kutunggu trip vacation berikutnya :- D

nb: nama-nama diatas hanya samaran belaka, hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar